Senin, 20 Mei 2013

Metode Dakwah Kontemporer Para Dai di Indonesia


Metode Dakwah Kontemporer Para Dai di Indonesia

Oleh : Zain Rahmatika Murni
Mahasiswa Fk. Ushuluddin 4, Program Studi Perbandingan Agama
Institut Studi Islam Darussalam Gontor

Pendahuluan
            Manusia hidup di dunia ini diciptakan oleh Allah untuk saling berinteraksi. Dengan dilengkapi kemampuan indera, yang masing-masing dimiliki oleh manusia, sehingga mampu memahami dan menyampaikan maksud keinginannya. Itulah wujud komunikasi yang Allah ta’ala ciptakan untuk umat manusia sehingga antar manusia terdapat kesenjangan sosial dan toleransi dalam bergaul. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, komunikasi memiliki arti sebagai pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Komunikasi bisa juga berarti hubungan atau kontak.

             Allah telah memberikan naluri kepada manusia dalam berkomunikasi. Komunikasi yang baik adalah pemahaman atau tersampainya maksud dan inti pesan dari seorang komunikator dengan komunikan baik individu maupun kelompok. Seorang manusia biasanya senang apabila dihormati, untuk menjadikan terhormat itu perlu adanya sebuah toleransi dan kesenjangan. Maka, dalam komunikasi perlu adanya tata karma berkomunikasi. Berbicara kepada sesama kawan berbeda dengan berbicara kepada orang tua. Berbicara kepada adik kelas berbeda dengan berbicara kepada guru. Berbicara dengan profesor pun berbeda dibandingkan berbicara kepada kyai. Semua memiliki aturan dan tata karma. Kepada yang lebih muda hendaknya memakai bahasa biasa dan tetap menjaga kesopanan, dengan tidak memanggil namanya dengan mengejek, misalnya. Kemudian kepada orang yang lebih tua, hendaknya memakai bahasa yang lebih sopan daripada kepada sesama kawan atau kepada adik kita.
            Indonesia ini memiliki tatanan tata karma yang lebih baik daripada Negara Barat, dalam berkomunikasi. Dari bermacam suku yang banyak di Negara ini, sebagian memiliki karakteristik bahasa dalam berkomunikasi dengan berbagai elemen dan tingkatan manusia. Sebagai contoh, dalam suku Jawa, untuk memanggil “kamu” kepada teman sebaya atau yang lebih muda usianya cukup memanggil dengan “kowe” atau “awakmu”. Sedangkan untuk yang usianya lebih tua dari kita, tetapi belum menjadi orang tua, atau kakak-kakak kita, kita panggil dengan “sampeyan”. Dan untuk orang tua, atau orang-orang yang sudah berumur, kita memanggil mereka dengan “panjenengan”. Dalam suku lain pun banyak karakteristik masing-maisng dalam berkomunikasi.
            Islam memberikan ajaran tata karma yang indah dalam komunikasi perbuatan. Islam mengajarkan kepada anak untuk menghormati orang tua, untuk istri harus menghormati suami, untuk guru harus menyayangi muridnya, dan untuk pemimpin harus melindungi rakyatnya. Semua itu termaktub dalam ajaran Islam. Rasulullah telah menjadi ‘guru’ dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Komunikasi Rasulullah dengan para sahabat, menjadikan indahnya komunikasi dalam Islam, dimana semua orang saling menghormati dan menghargai. Rasulullah memiliki tutur kata yang santun, sehingga siapapun yang dekat dengan beliau akan betah mendengar petuah-petuah beliau.

Hubungan antara Komunikasi dengan Dakwah
            Unsur-unsur dalam komunikasi dan dakwah memiliki kesamaan antara keduanya. Dalam komunikasi, yang merupakan faktor-faktor agar bisa menjadi sebuah komunikasi, yakni adanya komunikan, komunikator, objek komunikasi, sarana komunikasi, dan penagruh atau hasil dari komunikasi. Sedangkan dalam dakwah, terdapat syarat dan ketentuan untuk berdakwah dalam Islam. Antara lain adanya seorang da’i atau pendakwah, adanya orang yang diseru atau diberikan dakwah, adanya materi-materi dalam dakwah, kemudian metode yang diterapkan dalam dakwah, dan pengaruh dakwah. Komunikasi terjadi antar manusia seluruhnya, sedangkan dakwah merupakan komunikasi dari seorang pendakwah atau da’i kepada orang yang diseru dalam berdakwah, dalam hal ini untuk memeluk agama Islam, atau untuk menjadi dan memahami Islam dengan baik.
            Pada zaman Rasulullah SAW, beliau sudah mencontohkan sebuah komunikasi dan interaksi. Komunikasi dan interaksi beliau memukau seluruh sahabat, bahkan seluruh manusia yang memiliki hati dan perasaan. Dan bahkan malaikat pun terpana dengan kemuliaan akhlak manusia ini. Interaksi yang beliau lakukan tidak sebatas antar sahabat, tetapi untuk musuh pun beliau tetap santun. Dalam riwayat, dikisahkan ketika beliau akan berangkat ke masjid untuk melaksanakan shalat subuh, tiba-tiba beliau dilempar dengan kotoran unta. Diperlakukan seperti ini, Rasulullah kembali pulang dan membersihkan bajunya. Begitu terus beliau dilempari setiap pagi. Hingga suatu pagi, orang itu tidak melempari lagi. Rasulullah kemudian bertanya kepada orang di daerah itu, kemana gerangan orang yang suka melempari Rasulullah dengan kotoran unta itu. Ternyata orang itu sedang sakit. Sungguh diluar nalar, setelah Rasulullah diperlakukan seperti itu, beliau malah menjenguk orang itu. Bahkan beliau adalah orang pertama yang menjenguk orang tersebut. Sungguh mulia kepribadian beliau!
            Inilah ajaran interaksi dalam Islam. Islam mengajarkan untuk membalas sebuah perbuatan baik dengan kebaikan yang setara atau yang lebih baik. Bukan malah mendendam atau membalas kebaikan dengan keburukan. Komunikasi yang beliau lakukan semuanya berisi kebaikan. Karena perkataan beliau sangat “sakral”. Karena beliau ma’shum, sehingga beliau dijaga oleh Allah dari kesalahan. Ketika terjadi kesalahan, beliau langsung ditegur oleh Allah. Oleh karena itu, segala perkataan beliau menjadi pedoman hidup umat muslim. Hadits adalah segala perkataan, perbuatan, dan tingkah laku Rasulullah, karena segala perbuatan beliau merupakan wahyu, disamping beliau merupakan manusia biasa seperti umumnya.
            Komunikasi yang baik menunjang dakwah menjadi baik pula. Seorang da’i harus memiliki lisan yang fasih dan komunikasi yang lancar. Dengan komunikasi yang baik, maka orang yang didakwahi akan memahami maksud dari dakwah tersebut. Komunikasi juga harus aktif dari seorang da’i, karena setiap individu dan lingkungan masing-masing orang berbeda-beda. Menceramahi penduduk yang mayoritas muslim berbeda dengan yang minoritas muslim. Menceramahi orang kantoran, berbeda dengan para pedagang. Memberitahu Islam kepada anak kecil berbeda dengan memahamkan Islam kepada remaja. Hal ini perlu diperhatikan, untuk menunjang kesuksesan dakwah.

Beberapa Sifat Seorang Da’i yang Harus Dimiliki
            Da’i bukanlah sebuah profesi layaknya seorang pedagang yang semua orang memiliki potensi untuk bisa menekuninya. Da’i memiliki resiko dan konsekuensi tersendiri bagi individu tersebut. Bukan seperti artis yang berpura-pura menjadi da’i, kemudian ia dipanggil dengan sebutan ustadz. Padahal, ia membina dirinya sendiri saja belum terlalu bisa, bahkan keluarganya sendiri kurang diperhatikan. Ahwal seperti ini bukanlah cerminan seorang da’i.
Setidaknya ada beberapa sifat yang harus dimiliki seorang pendakwah. Dalam makalah ini akan kami sebutkan beberapa. Yang pertama adalah keharusan memiliki ilmu. Tidak mungkin seorang da’i mengajari orang lain, tetapi ia tidak mengerti apa yang ia jelaskan dan ia serukan. Secara logika, seseorang yang ingin mengajak orang lain untuk berbuat kebaikan, maka orang itu harus memiliki derajat yang lebih tinggi, atau ia harus melakukan kebaikan itu terlebih dahulu. Firman Allah SWT dalam al-Qur’an al-Karim, “Allah meninggikan derajat orang yang beriman diantara kamu, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan agama (dari kalangan kamu) beberapa derajat.” (QS. al-Mujadilah: 11).
Sifat lain yang harus dimiliki adalah sifat arif. Arif bisa diartikan sebagai sikap mengendalikan jiwa dan watak ketika gejolak amarah muncul. Manusia itu harus menghiasi dirinya dengan sifat kearifan dan mampu mengendalikan diri dan bersama dengan orang yang benar, maka orang tersebut berada dalam keutamaan. Terdapat hubungan antara sifat arif dan sifat menahan amarah. Yaitu bahwa sesungguhnya seseorang yang diklaim arif itu, pada mulanya bisa menahan gejolak amarahnya. Tentu hal ini memerlukan usaha yang keras, sebab di dalam sikap penahanan diri tersebut, terdapat penyembunyian, pertentangan dan pengendalian. Apabila hal yang demikian sudah tertanam di dalam jiwa seseorang dan kemudian telah menjadi salah satu tabiat jiwanya, maka itulah kearifan.[1]
Sifat lainnya adalah perlunya memiliki sikap kemantapan dan kematangan. Sikap kematangan memberikan peluang untuk dapat menyelesaikan segala permasalahannya, serta meletakkan segala sesuatu pada tempatnya. Kemantapan merupakan salah satu dari asas hikmah. Sebaliknya, sikap yang tergesa-gesa akan menghantarkan seseorang kepada kesalahan, kegagalan, ketergelinciran dan keraguan, kemudian akan membawanya kepada kemundurannya dan keinginan sebelumnya. Allah SWT berfirman kepada Nabi SAW untuk memberikan pendidikan dan pelajaran kepadanya tentang ketenangan dan kemantapan, “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasainya). Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu) pandai membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaan itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya.” (QS. al-Qiyamah: 16-19).[2]
Kemudian sifat yang lainnya adalah ramah, lemah lembut, dan sabar. Selain itu penting juga bagi seorang da’i memiliki sifat ikhlas dan jujur. Kemudian yang terpenting adalah memiliki akhlak yang baik. Akhlak yang baik dalam menjalankan dakwah di jalan Allah adalah merupakan hal yang amat penting, ibadah yang paling agung dan kewajiban yang paling utama yang hendaknya dimiliki oleh para da’i. Para da’i dituntut untuk memperlihatkan akhlak baiknya kepada orang lain dan menerapkannya kepada diri mereka dalam segala bidang demi tercapainya hasil yang baik bagi kehidupan masyarakatnya, sebagaimana keberhasilan yang pernah dicapai pada masa awal-awal Islam.

Para Da’i Indonesia
A.    Almarhum KH. Zainuddin MZ, Sang Da’i Sejuta Umat
Terlahir denga nama Zainuddin Muhammad Zein. Beliau adalah da’i kondang asal betawi. Bakatnya tumbuh sejak beliau masih kecil. Beliau lahir pada tanggal 02 Maret 1952, di Jakarta. Zainuddin merupakan anak tunggal buah cinta pasangan Turmudzi dan Zainabun dari keluarga Betawi asli. Sejak kecil memang sudah nampak mahir berpidato. Udin -nama panggilan keluarganya- suka naik ke atas meja untuk berpidato di depan tamu yang berkunjung ke rumah kakeknya. ‘Kenakalan’ berpidatonya itu tersalurkan ketika mulai masuk Madrasah Tsanawiyah hingga tamat Madrasah Aliyah di Darul Ma’arif, Jakarta. Di sekolah ini ia belajar pidato dalam forum Ta’limul Muhadharah (belajar berpidato). Kebiasaannya membanyol dan mendongeng terus berkembang. Setiap kali tampil, ia memukau teman-temannya. Kemampuannya itu terus terasah, bersamaan dengan permintaan ceramah yang terus mengalir.[3]
Kemudian beliau mulai merambah ke dunia politik. Beliau masuk ke dalam tubuh PPP (Partai Persatuan Pembangunan). Alasan beliau masuk ke ranah politik adalah karena beliau penasaran mengapa partai berbasis Islam tidak memenangkan pemilu. Ketika beliau baru masuk, karena popularitasnya, beliau dengan cepat bisa langsung menempati posisi salah satu ketua DPP. Sebelum masuk DPP, beliau sudah menjadi pengurus aktif PPP, yakni menjadi anggota dewan penasihat DPW DKI Jakarta. Lebih jauh lagi, berkat kelihaiannya mengomunikasikan ajaran agama dengan gaya tutur yang luwes, sederhana, dan dibumbui humor segar, partai yang merupakan fusi beberapa partai Islam itu jauh-jauh hari (sejak Pemilu 1977) sudah memanfaatkannya sebagai vote-getter.
Bersama Raja Dangdut Rhoma Irama, KH. Zainuddin MZ berkeliling berbagai wilayah mengampanyekan partai yang saat itu bergambar Ka’bah (sebelum berganti gambar bintang). Hasil yang diperoleh sangat signifikan dan memengaruhi dominasi Golkar. Tak ayal, kondisi itu membuat penguasa Orde Baru waswas. Keterlibatannya dalam PPP tidak bisa dilepaskan dari guru ngajinya, KH Idham Chalid. Sebab, gurunya yang pernah jadi ketua umum PBNU itu salah seorang deklarator PPP. Pada 20 Januari 2002, KH. Zainudiin MZ bersama rekan-rekannya mendeklarasikan PPP Reformasi yang kemudian berubah nama menjadi Partai Bintang Reformasi dalam Muktamar Luar Biasa pada 8-9 April 2003 di Jakarta. Beliau juga secara resmi ditetapkan sebagai calon presiden oleh partai ini. Beliau menjabat sebagai ketua umum Partai Bintang Reformasi hingga tahun 2006, kemudian digantikan oleh Bursah Zarnubi.
Julukan yang beliau sandang, yaitu “Da’i Sejuta Umat”. Hal tersebut dikarenakan ceramahnya sering dihadiri puluhan ribu ummat, disamping itu ceramahnya menembus segala lapisan masyarakat. Suami Hj. Kholilah ini semakin dikenal masyarakat ketika ceramahnya mulai memasuki dunia rekaman. Kasetnya beredar bukan saja di seluruh pelosok Nusantara, tapi juga ke beberapa negara Asia. Sejak itu, da’i yang punya hobi mendengarkan lagu-lagu dangdut ini mulai dilirik oleh beberapa stasiun televisi. Bahkan dikontrak oleh sebuah biro perjalanan haji yang bekerjasama dengan televisi swasta bersafari bersama artis ke berbagai daerah yang disebut "Nada dan Dakwah". Pada hari Selasa, 5 Juli 2011, beliau menghembuskan nafas terakhirnya, dan berpulang ke hadirat Ilahi Rabbi. Beliau meninggal pada pukul 10.15 WIB di RSPP, KH. Mahdi yang merupakan kerabat dekat almarhum memberitahu perihal tersebut.[4]
Beliau merupakan da’i Indonesia yang cukup berhasil. Dengan dakwahnya, beliau mampu menasehati rakyat dan mampu menegur pejabat. Kesuksesan yang beliau raih, tentunya dengan komunikasi yang baik kepada para audience, sehingga ceramahnya didengar banyak orang, bahkan kasetnya kala itu banyak dicari. Beliau pernah berceramah di depan orang sealun-alun, saking banyaknya itulah akhirnya julukan “Da’i Sejuta Umat” ini semakin melekat.

B.     Ustadz Yusuf Mansur, Sukses dengan Sedekah
Beliau terkenal dengan julukan ustadz sedekah. Terkadang lebih dikenal dengan panggilan ustadz YM, karena beliau pernah mengisi acara “Chatting dengan YM” pada salah satu televisi swasta, selama bulan Ramadhan. Beliau lahir di Jakarta, tanggal 19 Desember 1976 dari pasangan Abdurrahman Mimbar dan Humrif’ah. Terlahir menjadi anak pertama dari lima bersaudara, dan berasal dari keluarga Betawi yang berkecukupan, Namun beliau sangat dimanja orang tuanya. Lulusan terbaik Madrasah Aliyah Negeri 1 Grogol, Jakarta Barat, tahun 1992 ini pernah kuliah di jurusan Informatika namun berhenti ditengah jalan karena lebih suka balapan motor. Kini, ustadz Yusuf Mansur telah menikah dengan Siti Maemunah dan telah dianugerahi empat orang anak. Bahkan anak yang keempat lahir pada tanggal 17 Agustus selisih beberapa jam dengan cucu pertama Presiden SBY. Saat ini beliau menjadi pimpinan pondok pesantren Darul Qur’an, Bulak Santri Cipondoh Tangerang dan memimpin pengajian Wisata Hati.[5]
Perjalanan hidup beliau benar-benar from zero to hero, mungkin layak dijadikan salah satu tokoh perubahan. Di usia yang masih muda beliau sudah terjun dalam dunia bisnis, Namun sayang bisnisnya kandas dan menyebabkan hutang miliaran rupiah. Akibat hutang tersebut, Ustad Yusuf mendekam didalam penjara selama 2 bulan. Setelah bebas, Ustad Yusuf kembali mencoba berbisnis kembali namun gagal dan terlilit utang yang lebih besar lagi dan akhirnya Ustad Yusuf kembali masuk penjara untuk yang kedua kalinya. Sebelum beliau masuk penjara, beliau meminta izin kepada polisi untuk mendirikan shalat dua rakaat. Setelah melaksanakan shalat dua rakaat, beliau membaca al-Qur’an. Dengan kuasa-Nya, surat yang beliau buka menuntun beliau untuk berlaku jujur, dan meninggalkan bisnis yang tidak jujur tersebut.
Akhirnya beliau masuk kedalam penjara. Dan di dalam penjara beliau berhasil menghafal beberapa juz. Setelah bebas dari penjara, beliau memulai semuanya dari nol. Beliau memulai bisnisnya dengan berjualan es di sekitar terminal kalideres. Dari ketekunan, keuletan serta ilmu sedekah yang diyakininya, bisnis ustadz Yusuf Mansur terus berkembang, dari yang awalnya menggunakan termos beralih ke gerobak dan mempunyai banyak anak buah. Awal sukses perjalanan karier ustadz Yusuf Mansur dimulai dari perkenalannya dengan sebuah LSM. Selama di LSM itulah ustadz Yusuf Mansur meluncurkan buku pertamanya yaitu Wisata Hati, Mencari Tuhan yang Hilang. Tanpa diduga, buku pertamanya itu, mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Berawal dari buku tersebut, ustadz Yusuf Mansur kebanjiran order bedah buku dan sebagai penceramah agama. Ditengah ceramahnya, ustadz yusuf Mansur selalu menyisipkan ilmu sedekah yang disertai dengan berbagai keajaiban dan kisah nyata.
Melalui yayasan wisata hati yang dibentuknya, beliau juga menyediakan layanan sms kun fayakun untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang ada. Ustadz Yusuf Mansur juga menggagas Program Pembibitan Penghafal al-Qur’an (PPPA), sebuah program yang menyiapkan calon-calon penghafal al-Qur'an dan juga menjadi ladang sedekah bagi keluarga besar wisata hati. Sasaran dakwah ustadz Yusuf Mansur adalah sedekah. Beliau mengajak masyarakat untuk bersedekah. Beliau menggambarkan sedekah itu menjadi kunci segala problem kehidupan, mulai dari sulit melunasi hutang, ingin memiliki jodoh, ingin memiliki anak, hingga urusan rumah tangga. Dengan pasangannya sedekah, yaitu shalat tahajud dan shalat dhuha, beliau selalu menggembor-gemborkan dakwahnya.
Selain dakwah yang beliau lakukan dengan media ceramah, beliau juga berdakwah dengan menulis dan menerbitkan buku. Buku-buku yang beliau tulis pun mengajak para masyarakat untuk bersedekah. Disamping itu, beliau pun berdakwah dengan membangun Program Penghafal al-Qur’an. Saat ini, sudah banyak cabang PPPA yang beliau dirikan di seluruh Indonesia. Inilah usaha beliau untuk menelurkan para hafidz al-Quran yang menjadi generasi bangsa Indonesia. Dakwah yang beliau gencarkan tidak sebatas perkataan, tetapi beliau juga giat dalam membangun karakter anak bangsa, dengan al-Qur’an.



[1] Said al-Qahthani, Dr. Menjadi Da’i yang Sukses, Qisthi Press, 2005, Hal. 103
[2] Ibid, Hal. 137
[3] www.wikipedia.org
[4] www.vivanews.com
[5] www.annastacy.wordpress.com

0 komentar:

Posting Komentar

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template