MEWUJUDKAN KEJAYAAN UMAT
Dengan
KEMURNIAN TAUHID
Oleh : A.Reza Hutama Al-Faruqi/AF 4
وَلِلّهِ مَا فِيْ السَّمَاوَاتِ
وَمَا فِي الْأَرْضِ وَلَقَدْ وَصَّيْنَأ الَّذِيْنَ أُوْتُوْا الْكِتَابَ مِنْ
قَبْلِكُمْ وَإِيّاكُمْ أَنِ اتَّقُوْاللّهَ وَإِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ للّهِ مَا
فِيْ السَّمَاوَاتِ وَمَا فِيْ الأَرْضِ.
“Dan kepunyaan Allah-lah segala yang ada di
langit dan yang ada di bumi. Dan sungguh kami telah mewasiatkan kepada
orang-orang ahlulkitab sebelum kalian dan kepada kalian agar kalian bertaqwa
kepada Allah. Dan jika kalian kafir maka sesungguhnya kepunyaan Allah segala
yang ada di langit dan yang ada di bumi ...” (An-Nisa: 131).
Sesungguhnya
Tauhid yang murni dan bersih adalah inti ajaran dari semua risalah samawiyah
yang diturunkan Allah Ta’ala. Ia adalah tiang penopang yang menegakkan bangunan
Islam. Ia adalah syi’ar Islam yang terbesar yang tak dapat terpisahkan dari
Islam itu sendiri. Inilah pesan utama Allah kepada Rasulnya yang diutus kepada
ummat manusia.
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ
أُمَّةٍ رَّسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوا اللّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوت.
“Sungguh Kami telah mengutus
kepada setiap ummat seorang rasul (untuk menyampaikan): Sembahlah (oleh kalian)
akan Allah dan jauhilah thaghut.” (An-Nahl: 36)
Itulah
misi utama para Rasul; menegakkan penyembahan dan penghambaan hanya kepada
Allah serta menafikan dan menjauhi segala bentuk thaghut. Dan yang dimaksud
dengan thaghut adalah segala sesuatu yang menyebabkan seorang hamba melampaui
batas-batas yang seharusnya tak boleh ia langgar, baik berupa sesembahan,
panutan dan ikutan. Sehingga thaghut setiap kaum/komunitas adalah siapapun yang
mereka jadikan sumber dasar hukum selain Allah dan RasulNya, yang mereka
jadikan Tuhan selain Allah Subhannahu wa Ta'ala , yang mereka ta’ati meskipun
dimurkai dan tidak diridloi Allah Ta’ala.
Kedua unsur
penting inilah yang terangkai dalam kalimat suci La ilaha illallah; tiada Tuhan
yang berhak disembah selain Allah.
Di atas
kalimat Tauhid yang murni dan mulia itulah Rasulullah SAW membangun ummatnya,
di atas landasan yang kokoh itulah beliau menegakkan da’wah, dari situlah
beliau menegakkan generasi yang hanya meng-Esa-kan Allah Yang Maha Esa dan
membebaskan diri mereka dari cengkraman makhluk-makhluk lain yang dianggap
sekutu bagi Allah Ta’ala.
Dan ketika
seorang Muwahhid mengucapkan dan melantunkan kalimat Tauhid itu, maka
seharusnya ia meyakini dua hal yang menjadi tujuan dari kalimat suci tersebut.
Apa dua tujuan itu?
Tujuan
pertama adalah menegakkan yang haq dan membersihkan yang bathil. Sebab
makna yang sesungguhnya dari kalimat la ilah Illallah itu adalah tidak ada yang
berhak untuk disembah selain Allah. Sehingga segala sesuatu selain Allah adalah
bathil dan tidak berhak mendapatkan hak-hak ilahiyyah (hak-hak untuk disembah).
Dan lihatlah bagaimana Rasulullah SAW membersihkan Jazirah Arab dari
kotoran-kotoran dan kekuasaan thoghut dan patung-patung sesembahan. Ingatlah
bagaimana batu besar saat itu yang bernama Hubal yang dikelilingi 360 berhala
dihancurkan oleh Rasulullah SAW dengan tangan beliau yang mulia pada saat
beliau memasuki kota Makkah dengan penuh kemenangan.
Kemudian
tujuan yang kedua adalah untuk mengatur dan meluruskan perilaku manusia agar
selalu dalam lingkaran Tauhid yang murni kepada Allah yang terpancar dari
kalimat Tauhid. Agar semua tindak-tanduk manusia dilandasi oleh keyakinan
bahwa Allah-lah satu-satunya Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dan
agar kalimat Tauhid itu dapat “berhasil guna” dalam mengatur perilaku manusia
maka ada tujuh syarat yang harus dipenuhi, yaitu: al-’ilm (mengetahui)
maknanya yang benar, al-yaqin (meyakini) kandungan-nya tanpa ada
keraguan, al-ikhlas (ikhlas) tanpa ternodai oleh syirik, ash-shidq
(membenarkan) tanpa mendustakannya, al-qabul (menerimanya) dengan penuh
kerelaan tanpa menolaknya, tunduk pada konsekwensi kalimat Tauhid
(al-inqiyad), dan semua itu harus dilandasi dengan al-mahabbah (cinta)
kepada Allah SWT.
Bila ketujuh
syarat tersebut telah terpenuhi maka insya’ Allah seluruh ibadah dan amal kita akan selalu terhiasi dan diterangi
oleh kemurnian Tauhid, sehingga semuanya dikerjakan hanya karena Allah, tidak
ada lagi permintaan tolong selain kepada Allah, tidak ada lagi tawakkal kecuali
kepada Allah, tidak ada lagi pengharapan dan rasa takut selain kepada Allah,
tidak ada lagi kekuatan selain pertolongan Allah. Dari sinilah, seorang
muwahhid akan merasakan dari lubuk hatinya yang terdalam bahwa segala sesuatu
selain Allah adalah lemah dan tidak berdaya. Maka ia tidak lagi takut kebengisan
dan kekuatan para makhluk, tidak lagi terpedaya oleh kilau duniawi, dan baginya
tidak mungkin ada yang dapat manandingi Allah, tidak ada yang dapat menghalangi
apapun yang dikehendaki Allah SWT . Sehingga baginya bergantung kepada selain
Allah adalah suatu kelemahan dan berharap kepada selain Allah adalah sebuah
kesesatan:
Sejak dahulu
hingga sekarang, begitu banyak manusia yang tersesatkan oleh keyakinan
berbilang “tuhan” yang disembah, yang dapat dimintai pertolongan, yang dapat
dijadikan sumber hukum dan yang berhak mendapatkan kekhususan-kekhususan
ilahiyah. Dan keyakinan ini adalah sebuah kesesatan yang nyata yang telah
diperangi oleh Islam dengan keras. Sehingga tidaklah mengherankan bila Tauhid
yang murni kemudian menjadi syi’ar terpenting Islam yang selalu ada dalam aspek
I’tiqad dan amaliyah. Dengan syi’ar inilah Islam dikenal bahkan karenanya Islam
diperangi. Seputar syi’ar ini pulalah pertentangan antara ahlul haq dan ahlul
bathil terus berlanjut.
Dan
sesungguhnya kemunduran dan musibah-musibah yang selama ini menimpa umat Islam
adalah disebabkan mereka tidak lagi memperhatikan syi’ar yang penting ini.
Lemahnya ikatan tauhid dalam jiwa-jiwa mereka adalah sebab utama dari berbagai
kekalahan kaum muslimin dan kemenangan musuh-musuh mereka yang kita saksikan
dalam kurun waktu yang cukup lama. Banyak di antara kaum muslimin yang
tenggelam dalam kebodohan terhadap tauhid ini, sehingga mereka mendatangi
penghuni-penghuni kubur, berdoa didepan batu-batu nisannya, meminta pertolongan
penghuninya saat susah dan sedih. Bahkan lebih dari itu, seringkali mereka
memuji dan mengagungkan panghuni kubur itu dengan ungkapan-ungkapan yang hanya
pantas diberikan kepada Allah Rabbul ’alamin.
Dikarenakan
lemahnya keyakinan akan pertolongan Allah, banyak di antara kaum muslimin yang
kemudian menggunakan jimat dengan menggantungkan di tubuh mereka karena yakin
hal itu akan mendatangkan keselamatan dan menghindarkannya dari marabahaya.
Semua
yang disebutkan di atas adalah sekedar contoh terhadap model-model kesyirikan
yang dilakukan sebagian kaum muslimin. Dalam kenyataan sehari-hari kita akan
menemukan model-model lain dari perilaku syirik itu dalam berbagai aspek
kehidupan kaum muslimin, yang kemudian disadari atau tidak menyebabkan lemahnya
keyakinan mereka terhadap kemaha-besaran, kemahakuasaan, kemahaperkasaan Allah.
Karena Tauhid mereka lemah, maka merekapun tidak begitu yakin lagi dengan
pertolongan Allah, sehingga dengan amat sangat mudahnya musuh-musuh mereka
menyebarkan rasa takut lalu mengalahkan mereka.
Dengan
demikian telah jelaslah, bahwa rahasia kejayaan kaum muslimin terletak pada
sejauh mana mereka menegakkan Tauhid yang murni dalam segala kehidupan mereka.
Bukankah kejayaan dan kemengangan itu telah diraih oleh generasi pendahulu
ummat ini, ketika mereka telah terlebih dahulu menghujam nilai-nilai Tauhid
tersebut ke dalam kalbu mereka? Bukankah kejayaan dan kecemerlangan itu mereka
dapatkan ketika mereka meyakini bahwa misi utama mereka adalah mengeluarkan
ummat manusia dari penghambaan kepada sesama makhluk menuju penghambaan hanya
kepada Sang khaliq?
Oleh sebab
itu, bila kita sekalian bertekad mengulang kembali kesuksesan dan kejayaan
generasi As-Salaf Ash-Shaleh itu, maka tidak ada jalan lain selain menapaki
jejak mereka; menegakkan kemurnian Tauhid dalam pribadi kita masing-masing. Wallahua’lam
bish showab.
0 komentar:
Posting Komentar