METODE PENAFSIRAN DALAM AL-QUR’AN
Oleh: Deki Ridho Adi Anggara
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Program
Studi Tafsir 4
Institut Studi Islam Darussalam Gontor
Al-Qur’an
al-karim adalah kitab suci yang sha>lih fi kulli zama>n wa maka>n. Dan para ulama telah menulis dan
mempersembahkan karya-karya mereka di bidang tafsir ini, dan menjelaskan
metode-metode yang digunakan oleh masing-masing tokoh penafsir. Metode-metode
tafsir yang dimaksud adalah Metode Tahli>li>, Metode Ijma>li>, Metode Muqa>ran, Metode Mawd}u’i>.
Di dalam tulisan ini, terlebih dahulu akan
dikemukakan pembahasan dan uraian secara ringkas ke empat metode tersebut di
atas:
A.
Tafsi>r Tahli>li>
Tafsi>r
Tahli>li>
adalah suatu
metode tafsir menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya.
Di dalam tafsirnya penafsir mengikuti runtutan ayat sebagai mana yang telah
tersusun di dalam mushaf. Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti
kosakata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Ia juga
mengemukakan munasabah ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat
tersebut satu sama lain. Begitu pula penafsir membahas mengenai asba>b an-nuzu>l dan dalil-dalil dari Rasul, Sahabat,
para Tabiin, yang kadang-kadang berbaur dengan pendapat para penafsir itu
sendiri dan diwarnai oleh latar belakang pendidikannya, dan sering pula
bercampur baur dengan pembahasan kebahasaan dan lainnya dapat dipandang dapat
membantu memahami nas al-Qur’an tersebut.
Para
penafsir dengan metode ini ada yang terlalu bertele-tele dengan uraian panjang
lebar dan sebaliknya, ada pula yang terlalu sederhana dan ringkas. Selanjutnya
mereka juga mempunyai kecenderungan dan arah penafsiran yang beraneka ragam. Di
tinjau dari segi kecenderungan para penafsir, metode Tahli>li dapat dibedakan kepada:
1.
al-Tafsi>r bi al-Ma’thu>r
2.
al-Tafsi>r bi al-Ra’yi
3.
al-Tafsi>r al-S{u>fi>
4.
al-Tafsi>r al-Fiqhi>
5.
al-Tafsi>r al-Falsafi>
6.
al-Tafsi>r al-‘Ilmi>
7.
al-Tafsi>r al-Ada>b al-Ijtima’i>
1) al-Tafsi>r
bi al-Ma’thu>r
Yang
di maksud tafsir ini adalah penafsiran ayat dengan ayat; penafsiran ayat dengan
hadits Nabi SAW, yang menjelaskan makna sebagaian ayat yang dirasa sulit dipahami
oleh para sahabat; atau penafsiran ayat dengan hasil ijtihad para Sahabat, atau
penafsiran ayat dengan hasil ijtihad para Tabiin. Semakin jauh rentang zaman
dari masa Nabi dan Sahabatnya, maka pemahaman umat tentang makna-makna ayat
al-Qur’an semakin berfariasi dan berkembang.
2) Al-Tafsi>r bi al-ra’yi
Al-Tafsi>r bi al-ra’yi adalah penafsiran al-Qur’an dengan ijtihad,
terutama setelah seorang penafsir itu betul-betul mengetahui perihal bahasa Arab,
asba>b
al-nuzu>l,
na>sikh-mansu>kh, dan hal lain yang diperlukan oleh
lazimnya seorang penafsir, seperti yang telah dikemukakan di dalam uraian
mengenai syarat-syarat penafsir.
3) Al-Tafsi>r al-Shu>fi>
Seiring
dengan perkembangan zaman dan cakrawala budaya dan juga perkembang pesatnya
ilmu pengetahuan, tasawuf pun berkembang dan membentuk kecenderungan para
penganutnya menjadi dua arah yang mempunyai pengaruh di dalam penafsiran al-Qur’an
al-Kari>m.
a)
Tasawuf Teoritis: Para penganut aliran
ini memcoba meneliti dan mengkaji al-Qur’an berdasar teori-teori mazhab dan sesuai dengan ajaran-ajaran
mereka. Mereka berupaya dengan maksimal untuk menemukan di dalam al-Quran
tersebut, faktor-faktor yang mendukung teori dan ajaran mereka.
b)
Tasawuf Praktis: Adalah tasawuf yang
mempraktekkan gaya hidup sengsara, zuhud dan meleburkan diri di dalam ketaatan
kepada Allah Ta’a>la>.
4) Al-Tafsi>r al-Fiqhi
Berbarengan
dengan lahirnya al-Tafsi>r
al-Ma’thu>r,
lahir pula al-Tafsi>r al-Fiqhi, dan sama-sama dinukil dari Nabi SAW
tanpa pembedaan antara keduanya. Para Sahabat setiap menemukan kesulitan untuk
memahami hukum yang dikandung dalam al-Qur’an langsung bertanya kepada Nabi,
dan beliau langsung menjawab. Jawaban Rasulullah ini, di satu pihak, adalah al-Tafsi>r al-Ma’thu>r dan dipihak lain, sekaligus sebagai al-Tafsi>r al-Fiqhi. Sepeninggalan Rasulullah, para Sahabat
langsung mencari keputusan hukum dari al-Qur’an dan berusaha menarik kesimpulan
hukum syariat berdasarkan ijtihad, hasil ijtihad mereka ini disebut al-Tafsi>r al-Fiqhi. Demikian pula halnya yang terjadi di
masa dan dikalangan para Tabiin.
5) Al-Tafsi>r al-Falsafi>
Sebagaimana
telah kita ketahui bahwa latar belakang lahirnya berbagai corak tafsir itu
karena tersebarluasnya dan bertemunya aneka budaya. Di tengah-tengah pesatnya
perkembangan ilmu dan budaya ini, gerakan penerjemahan tumbuh dan giat dilaksanakan
di masa Dinasti Abbasiyah. Berbagai sumber perbendaharaan ilmu digali, dan
aneka macam pustaka diterjemahkan, termasuk buku-buku falsafah karya para filsuf
Yunani.
6) Al-Tafsi>r al-‘Ilmi>
Ajakan
al-Qur’an adalah ajakan ilmiah, yang berdiri di atas prinsip pembebasan akal
dari tahayul dan kemerdekaan berpikir. Allah SWT disamping menyuruh kita
memperhatikan wahyu-Nya yang tertulis, sekaligus menganjurkan kita agar memperhatikan wahyu-Nya yang tampak yaitu
alam. Meskipun ayat-ayat kawniyah
itu secara tegas tidak ditujukan kepada para ilmuan, namun pada hakikatnya
mereka itulah yang diharapkan untuk meneliti dan memahami ayat-ayat kawniyah tersebut, karena mereka mempunyai
sarana dan kompetensi untuk itu dibanding tokoh-tokoh bidang ilmu lainnya, maka
sebagian dari mereka mencoba menafsirkan ayat-ayat kawniyah tersebut berdasarkan prinsip-prinsip
kebahasan dan keunikannya, dan berdasarkan bidang ilmu serta hasil kajian
mereka terhadap gejala atau fenomena alam.
7) Al-Tafsi>r al-Adabi> al-Ijtima>’i>
Sebagai
salah satu akibat perkembangan modern adalah munculnya corak tafsir yang
mempunyai karakteristik tersendiri berbeda dari corak tafsir lainnya dan
memiliki corak tersendiri yang betul-betul baru bagi dunia tafsir. Corak tafsir
ini berusaha memahami nas-nas al-Qur’an dengan cara, pertama dan utama,
mengemukakan ungkapan-ungkapan al-Qur’an secara teliti, selanjutnya menjelaskan
makna-makna yang dimaksud oleh al-Qur’an tersebut dengan bahasa yang indah dan
menarik.
Kemudian
dalam langkah berikutnya, penafsir berusaha menghubungkan nas-nas al-Qur’an
yang tengah dikaji dengan kenyataan sosial dan sistem budaya yang ada.
Pembahasan tafsir ini sepi dari penggunaan istilah-istilah ilmu dan teknologi,
dan tidak akan menggunakan istilah-istilah tersebut kecuali jika dirasa perlu
dan hanya sebatas kebutuhan.
B.
Tafsi>r Ijma>li>
Tafsi>r
Ijma>li>
adalah suatu metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan
mengemukakan makna global. Di dalam sistematika uraiannya, penafsir akan
membahas ayat demi ayat sesuai dengan susunan yang ada di dalam mushaf,
kemudian mengemukakan makna global yang dimaksud ayat tersebut. Makna yang
diungkapkan biasanya diletakkan didalam rangkaian ayat-ayat atau menurut pola
yang diakui oleh jumhur ulama, dan mudah dipahami oleh semua orang. Dengan
demikian, penafsir metode ini mengikuti cara dan susunan al-Quran yang membuat
masing-masing makna saling berkaitan dengan yang lainnya.
Didalam
tafsirnya, seorang penafsir menggunakan lafal bahasa yang mirip bahkan sama
dengan lafal al-Qur’an, sehingga pembaca akan merasa bahwa uraiannya tersebut
tidak jauh dari gaya bahasa al-Qur’an itu sendiri, tidak jauh dari
lafal-lafalnya. Sehingga, di sisi lain, karya ini dinilai betul-betul mempunyai
hubungan erat dengan susunan bahasa yang demikian sangat jelas bagi pendengar
dan mudah dipahami.
C.
Tafsi>r Muqa>ri>n
Yang
dimaksud dengan metode ini adalah mengemukakan penafsran ayat-ayat al-Qur’an
yang ditulis oleh sejumlah para penafsir. Di sini seorang penafsir menghimpun
sejumlah ayat-ayat al-Qur’an, kemudian ia mengkaji dan meneliti penafsiran
sejumlah penafsir mengenai ayat tersebut melalui kitab-kitab tafsir mereka,
apakah mereka itu penafsir dari generasi salaf maupun khalaf, apakah
tafsir mereka itu Tafsi>r bi al-Ma’thu>r maupun Tafsi>r
bi al-Ra’yi. Dalam hal
ini seorang peneliti juga berusaha memperbandingkan arah dan kecenderungan
masing-masing penafsir, dan menganalisis tentang apa gerangan yang melatar
belakangi seorang penafsir menuju arah dan memilih kecenderungan tertentu,
sehingga sipeneliti dapat melihat dengan jelas siapa diantara penafsir tersebut
yang dipengaruhi oleh mazhab, dan siapa yang bertendensi untuk memperkuat suatu
mazhab.
D.
Tafsi>r Maud}u’i>
Nama
dan istilah Tafsi>r
Maud}u’i> ini,
dalam bentuknya yang kedua, adalah istilah baru dari ulama zaman sekarang
dengan pengertian menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai maksud yang
sama dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya
berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut. Kemudian penafsir
mulai memberikan keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan. Secara khusus,
penafsir melakukan studi tafsirnya ini dengan metode Mawd}u’i>, yang mana ia meneliti ayat-ayat
tersebut dari seluruh seginya, dan melakukan analisis berdasar ilmu yang benar,
yang digunakan oleh pembahas untuk menjelaskan pokok permasalahan, sehingga ia
dapat memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul menguasainya,
sehingga memungkinkan baginya untuk memahami maksud yang terdalam dan dapat
menolak segala kritik.
1 komentar:
Kami mencoba menawarkan sebuah metodologi tafsir "baru" melalui pendekatan bentuk geometri Ka'bah dan pola susunan Al Qur'an, yang dapat di baca di : manhaj al bait al atiq, pada : www.polaruangalquran.blogspot.com
Posting Komentar